Singo Barong dan Kelana Suwandana adalah dua orang saudara seperguruan yang telah lama menjadi musuh bebuyutan. Permusuhan keduanya makin meruncing saat mereka secara bersamaan mengikuti sebuah sayembara dengan tiga persyaratan yang sangat mustahil untuk dipenuhi.
Pada sayembara dimana pemenangnya bisa menikahi putri cantik Sanggalangit yang juga anak penguasa terkemuka di Kediri, peserta diharuskan mempersembahkan tiga syarat yaitu seratus empatpuluh empat ekor kuda kembar lengkap dengan penunggangnya yang tampan, mahluk berkepala dua, dan tontonan menarik yang belum pernah disaksikan siapapun.
Iri Singo Barong makin menjadi saat tahu saingannya berhasil mendapatkan seratus empatpuluh empat ekor kuda yang tidak cuma kembar namun juga memiliki surai dan ekor berwarna emas. Dengan licik, ia memerintahkan orang kepercayaannya untuk merebut persyaratan pertama yang telah sukses dipenuhi Kelana Suwandana tersebut.
Akibatnya terjadi pertempuran sengit yang memakan banyak korban dari kedua belah pihak, bahkan akhirnya Singo Barong dan Kelana Suwandana harus berhadapan dan bertarung. Singo Barong nyaris saja menang, sayang matahari terbit yang menjadi pantangannya keburu muncul.
Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Kelana Suwandana, yang berhasil mengubah sosok Singa Barong menjadi mahluk berkepala dua di akhir pertarungan mereka. Kepala yang pertama adalah singa, sementara yang kedua berwujud merak, mahluk peliharaan Singa Barong yang selama ini bertengger dikepalanya untuk membersihkan kutu di kepala pria itu.
Siapa sangka, Singo Barong yang telah berubah wujud singa-merak membuat Kelana Suwandana sukses memenuhi syarat kedua. Untuk syarat ketiga, Kelana mengarak Singo Barong yang telah berubah wujud menjadi singa sambil diiringi gamelan unik yang terbuat dari bambu dan kayu.
Pada akhirnya, Kelana Suwandana tampil sebagai pemenang. Tidak cuma menikahi Sanggalangit dan menjadi penguasa Kediri, ia juga mewariskan kesenian arak-arakan singa dan gamelan yang kini dikenal dengan nama Reog Ponorogo.(indosiar.com/4nd/mdL)
Semua penulis akan mati. Hanya karyanyalah yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti. (Ali bin Abi Thalib)
Senin, 25 Oktober 2010
Asal Mula Reog Ponorogo
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar