Nama lengkapnya adalah Abdul Qasim Al-Junaid Al-Bagdadi. Di Indonesia lebih terkenal dengan sebutan Junaidi Al-Bagdadi. Beliau berguru kepada pamannya sendiri, Sirri Saqthy. Karena itu dalam majlis-majlis dzikir namanya sering disebut dan Ma'ruf Al Karakhi (gurunya Sirri Saqthy).
Syaikh sufi ini hidup pada abad ketiga hijriyah dan pulang ke ramhmatullah pada tahun 297 H. Ayahnya adalah seorang penjual kaca.
Sebuah kisah menceritakan bahwa beliau ingin sekali berjumpa dengan iblis, mahkluk terkutuk yang menggelincirkan Adam dan Hawa. Pada suatu hari, ketika dia berdiri di masjid tiba-tiba datanglah seorang tua masuk dan memandangnya dengan pandangan yang menakutkan. Kepada orang tua itu syeikh bertanya: "Siapakah engkau, karena aku tak tahan memandangmu atau berpikir tentang dirimu?"
Orang tua itu menjawab: "Aku adalah yang ingin kau lihat."
Syeikh berseru: "Wahai yang terkutuk, mengapa engkau tak mau tunduk kepada Adam?"
Iblis menjawab: "Wahai Junaid, bagaimana engkau dapat membayangkan bahwa aku harus tunduk kepada selain Allah?"
Al Junaid heran mendengar jawaban iblis tersebut. Sepintas jawabannya memang benar. Tampaklah iblis punya alasan kuat untuk menolak perintah Allah agar dia dan para malaikat besujud kepada Adam sebagai penghormatan kepada makhluk Allah yang baru. Tapi mengapa Allah mengutuk tindakan iblis tersebut?
Saat itu juga ada suara yang membisikkan pada Al Junaid: "Katakanlah padanya:'Kamu bohong. Kalau kamu hamba yang saleh, kamu tidak akan mendurhakai perintah-Nya."
Iblis mendengar suara hati Al Junahd tersebut lalu dia berteriak: "Demi Allah engkau telah membakarku." Lalu makhluk terkutuk itupun lenyap.
Kesalehan Al Junaid tidak diragukan lagi. Setiap hari ia melakukan sholat empat ratus rakaat. Selain banyak banyak melakukan shalat sunah diapun selalu membaca Al-Qur'an walaupun dalam keadaan sakit. Abu Bakar Al Athawi menceritakan bahwa menjelang wafatnya, Syeikh Junaid ingin mengkhatamkan Al-Qur'an. Lalu dia membaca Al Baqarah dan menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar